Farmasetika

BAB I
PENDAHULUAN


A.   Maksud Praktikum
  Adapun maksud dari kegiatan praktikum farmasetika 1 ini adalah agar mahasiswa dapat memahami, mengerti dan mampu membuat sediaan obat dari resep dokter dengan baik dan benar sesuai dengan aturan aturan yang telah ditetapkan, dalam bebagai sediaan misalnya  seperti yang telah dikerjakan yakni sediaan elixir, larutan, mouthwash, emulsi dan lotio.

B.   Tujuan Praktikum
          
1. Agar mampu membuat resep dengan benar sesuai resep dokter.
2. Dapat memahami cara kerja dalam membuat sediaan.
3. Dapat mengevaluasi sediaan sesuai bahan dasarnya.
4. Dapat mengetahui bahan, khasiat, efek samping dan informasi dari sediaan.        










BAB II
DASAR TEORI

A.Emulsi
1.      Definisi Emulsi
            Sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawanya dan distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. (FI III).
            Sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan cairan pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. (FI IV).
2.      Penggunaan  emulsi
            Penggunaan emulsi dibagi menjadi 2 golongan yaitu emulsi untuk pemakaian dalam dan emulsi untuk pemakaian luar. Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi peroral atau pada injeksi intravena dan untuk pemakaian luar digunakan pada kulit atau membrana mukosa yaitu linimen, losion, krim dan salep. Emulsi untuk penggunaan oral biasanya mempunyai tipe M/A. Emulgator merupakan film penutup dari minyak obat agar menutupi rasa tak enak. Flavor ditambahkan pada fase ekstern agar rasanya lebih enak. Emulsi juga berfaedah untuk menaikkan absorpsi lemak melalui dinding usus. Emulsi parenteral banyak digunakan pada makanan dan minyak obat untuk hewan dan manusia. (Farmasetika,  156)
            Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai emulsi M/A atau A/M, tergantung pada berbagai faktor seperti sifat zat terapeutik yang akan dimasukkan kedalam emulsi, keinginan untuk mendapatkan efek emolien atau pelembut jaringan dari preparat tersebut, dan keadaan permukaan kulit. Zat obat yang mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika ada dalam fase luar yang mengalami kontak langsung dengan kulit. (Ansel, 377)
3.      Teori emulsifikasi
Ada 3 teori tentang terbentuknya emulsi:
1.  Teori tegangan permukaan
      Teori ini dapat menjelaskan bahwa emulsi terjadi bila ditambahkan suatu substansi yang menurunkan tegangan antar muka diantara 2 cairan yang tak tercampur.
2.   teori orientasi bentuk baji
      Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi dengan dasar adanya kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang bersifat suka air atau mudah larut dalam air dan ada bagian yang suka minyak atau mudah larut dalam minyak.
3.   Teori film plastik
      Tori menjelaskan bahwa emulgator ini mengendap pada permukaan masing-masing butir tetesan fase dispers dalam bentuk film yang plastis.
      (farmasetika, 161).
          Surfaktan membantu pembentukan emulsi dengan mengabsorpsi pada antar muka, dengan menurunkan tegangan iterfasial dan bekerja sebagai pelindung agar butir – butir tetesan tidak bersatu. Emulgator membantu terbentuknya emulsi dengan 3 jalan yaitu :
  1. penurunan tegangan antar muka (stabilisasi termodinamika)
  2. terbentuknya film antar muka yang kaku (pelindung mekanik terhadap koalesen)
  3. terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari partikel. (farmasetika, 176).
           Dalam kenyataan sehari-hari hanya ada tipe M/A dan A/M. Tetapi kenyataannya terdapat pula tipe multiple emulsi yaitu A/M/A atau M/A/M pada titik balik perubahan tipe emulsi dan hanya sebentar. Tipe emulsi yang terjadi tergantung terutama pada sifat dari emulgator. Bila sifatnya hidrofil akan membentuk emulsi tipe M/A, bila sifatnya hidrofob emulsi yang terjadi tipenya A/M. Sifat-sifat ini tergantung dari keseimbangan hidrofil-lipofil dapat menentukan pula fungsi-fungsi sebagai:
  1. Zat pembasah
  2. Zat pembersih dan zat penambah kelarutan.
            Umumnya emulsi akan terbentuk tipe M/A bila nilai HLB emulgator diantara 9-12 dan emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator diantara 3-6.  (farmasetika, 177).

4.      Cara menentukan tipe emulsi
a.         Metode konduktivitas listrik
            Alat terdiri dari kawat dan stop kontak, kawat dengan K ½ watt, lampu neon ¼ watt semua dihubungkan secara seri. Lampu neon akan menyala bila elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi bila tipenya M/A, dan lampu akan mati bila emulsi tipenya A/M.
b.      Metode pengenceran fase
            Bila ditetesi dengan air dapat segera diencerkan maka tipe emulsi adalah M/A dan apabila tidak dapat diencerkan adalah A/M. Hal ini dapat dilihat dibawah mikroskop
c.       metode pemberian warna
    Dilihat dibawah mikroskop :
1.      Bila ditambah larutan sudan III (larut dalam minyak), akan terjadi warna merah maka tipe emulsi adalah A/M
2.      Bila ditambah larutan biru (larut dalam air) terjadi warna biru maka tipe emulsi adalah M/A
d.      Metode lainnya adalah metode pembasahan kertas saring dan metode
fluoresensi  (farmasetika, 197).

5.      Stabilitas emulsi
            stabilitas emulsi ditentukan dengan dibiarkan beberapa lama dan diamati kestabilan emulsi selama penyimpanan. Dalam penentuan yang cepat digunakan cara lain yaitu kondisi stress = tekanan. Yaitu meliputi aging dan suhu, sentrifusi dan agitasi (pengadukan). (farmasetika, 198)
ketidakstabilan emulsi dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Flokulasi dan creaming
    Merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana masing-masing lapis mengandung fase dispers yang berbeda.
2. Koalesen dan pecahnya emulsi (cracing atau breaking)
    Pecahnya emulsi yang bersifat tidak dapat kembali. Penggojokan sederhana akan gagal untuk mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil
6.  Inversi, adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A ke tipe A/M atau sebaliknya. (IMO, 148).
     
6.     Pembagian Emulsi
Emulsi dapat dibedakan dalam :
a.  Emulsa vera (emulsi alam)
Emulsa vera  dibuat dari biji-bijian dan buah, dimana emulgendum dan emulgatornya sudah terdapat didalamnya sehingga hanya mengencerkan saja dengan air.
b.  Emulsa spuria (emulsi buatan)
Emulsi yang dibuat dari suatu emulgandum dan harus ditambahkan emulgator kemudian dibuat corpus emulsi dengan 1 ½ x PGA dan diencerkan hingga diperoleh cairan yang homogen.
Emulgator >> → tidak sukar asal air corpus 1 ½ x PGA.
Emulgator << → caranya PGA dicampur dengan minyak sebanyak 2 x PGA sisa minyak ditambah sedikit pada corpus tersebut bila terlalu kental boleh diselingi air, kemudian diemcerkan.

7.     Zat pengemulsi
            Zat pengemulsi emulgator merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Contoh zat pengemulsi adalah PGA, Tragacant, Gelatin, Sapo, senyawa Amonium Kwarterner, Cholesterol, Surpaktan seperti Tween, Span dan lain-lain. Untuk dapat menjaga stabilnya emulsi perlu diberi pengawet yang cocok.
8.         Contoh bahan yang digunakan sebagai emulgandum
                 1.   Minyak lemak
                 2.      Lemak padat
                 3.      Minyak menguap
                 4.      Balsem-balsem dan ekstrak filicis
                 5.      Bahan-bahan obat yang larut dalam minyak

9.         Contoh untuk emulgator
                 1.      Kuning telur
Daya emulgatornya dianggap 20x PGA artinya 1 kuning telur dapat
mengemulsi 20 g minyak.
                 2.      Tragakan;  Daya emulgator 10x PGA.
    
                 3.   Pulvis Gumosus 1 g PG = 4 g PGA
 
                 4.      Gelatin dan agar
Dapat mengemulsi minyak 2-3x beratnya. Kadar larutannya 2% dimasak
dalam api bebas kurang lebih 3 jam.
                 5.      CMC
                 6.      TEA
Hanya dipakai dalam campuran air dengan asam lemak. Biasanya untuk
pemakaian luar.
                  7.     Sabun
      Sabun terdiri dari :
      Sabun kalium (lunak) = 5%
      Sabun natrium (padat) = 2,5%
      Biasanya untuk pemakaian luar.
                 8.      Mel (madu)
              Madu yang belum dimurnikan masih mengandung zat putih telur sebagai emulgator dan dapat mengemulsikan minyak 2 sampai 3 kali beratnya. Madu murni tidak mempunyai daya emulsi karena telah kehilangan zat putih telurnya.

10.  Mekanisme emulgator
                 1.      Mengurangi tegangan permukaan
                 2.      Membentuk lapisan antar muka
                 3.      Pembentukkan lapisan listrik rangkap
11.    Syarat-syarat emulgator
                 1.      Harus dapat tercampur dengan bahan lainnya dalam formula.
                 2.      Tidak mengganggu efikasi dari bahan aktif.
                 3.      Stabil atau tidak terurai dalam sediaan.
                 4.      Tidak toksik dalam jumlah yang dibutuhkan sebagai emulgator.
                 5.      Memiliki bau, rasa dan warna yang lemah.
                  6.      Memiliki kemampuan yang baik untuk membentuk emulsi dan menjaga
    stabilitas produk selama penyimpanan.
B.     Lotio
         Lotio merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian luar pada kulit. Kebanyakan lotio mengandung bahan serbuk halus yang tidak larut dalam sediaan disperse dan disuspensikan dengan menggunakan zat pensuspensi dan zat pendispersi. (Ansel, 1985). Lotio dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas. Lotio dimaksudkan segera kering pada kulit setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit. (Ansel, 1985). Karena fase terdispersi dari lotio cenderung untuk memisahkan diri dari pembawanya bila didiamkan, lotio harus dikocok kuat-kuat setiap akan digunakan supaya bahan-bahan yang telah memisah terdispersi kembali. Wadah lotip harus diberi label untuk memberi petunjuk pada pasien, supaya mengocok dengan seksama sebelum pemakaian luar. (Ansel, 1985).


0 komentar:

Posting Komentar